Skip to main content
img_berita
Body

Gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran masih menjadi masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat baik global maupun nasional. Gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, karena luasnya penyebab dan faktor risiko terjadinya gangguan. Stigma bahwa gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran bukan merupakan masalah kesehatan, menyebabkan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran diabaikan dan baru dianggap sebagai masalah serius bila menimbulkan kecacatan seperti kebutaan.

World Report on Vision tahun 2019 menyebutkan setidaknya 2 miliar orang hidup dengan gangguan penglihatan atau kebutaan dan 1,1 miliar orang dengan gangguan penglihatan yang dapat dicegah atau belum ditangani. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan mata diproyeksikan meningkat secara substansial, dengan setengah dari populasi global diperkirakan hidup dengan gangguan penglihatan pada tahun 2050.

Data gangguan pendengaran di Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan proporsi gangguan pendengaran pada penduduk usia ≥ 5 tahun adalah sebesar 2,6%; ketulian 0,09%; serumen prop 18,8% dan sekret di liang telinga 2,4%. Sementara proporsi anak usia 24 – 59 bulan yang mengalami tuna rungu adalah sebesar 0.07% dan yang mengalami tuna wicara adalah 0.14%.

Mengacu pada Permenkes No.82 tahun 2020, upaya penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran di Indonesia, dilaksanakan secara terpadu, komprehensif, efektif, efisien dan berkelanjutan melalui: (1) Promosi Kesehatan, (2) Surveilans (3) Deteksi dini dan (4) Tata laksana kasus. Agar program penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran dapat terlaksana dan dapat diimplementasikan dengan baik, diperlukan SDM kesehatan yang terlatih di FKTP.

Sehubungan dengan hal tersebut, Bapelkes DIY bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI dan proyek SOPHI (Strengthening of Primary Healthcare in Indonesia) menyelenggarakan Pelatihan Penanggulangan Gangguan Indera Bagi Tenaga Kesehatan Di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. Pelatihan dilaksanakan selama 6 hari efektif secara Klasikal, yakni tanggal 29 Oktober – 5 November 2024. Peserta berjumlah 25 orang yang terdiri dari dokter dari 4 Kabupaten/Kota di DIY. Pelatihan ini berjumlah 50  JPL dimana alokasi waktu 45 menit untuk teori dan penugasan, serta alokasi waktu 60 menit untuk Praktik Lapangan. Adapun kompetensi yang didapatkan setelah mengikuti pelatihan ini adalah:

  1. Menjelaskan komunikasi, informasi dan edukasi pencegahan dan pengendalian gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran
  2. Melakukan penanggulangan gangguan penglihatan
  3. Melakukan penanggulangan gangguan pendengaran
  4. Melakukan pencatatan dan pelaporan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran