Skip to main content
Authored by
Authored on
Seribu Hari Pertama Kehidupan: Kunci Pencegahan Stunting dan Optimalkan Tumbuh Kembang Anak

Periode 1.000 HPK merupakan masa yang paling kritis dalam tumbuh kembang anak. Di Indonesia, gangguan pertumbuhan terbesar terjadi pada periode ini. Sebanyak 48,9% ibu hamil menderita anemia dan sebagian lainnya mengalami gangguan Kurang Energi Kronis (KEK). Akibatnya, prevalensi bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) masih tinggi, yaitu sekitar 6,2%. BBLR merupakan salah satu penyebab utama stunting. Pemberian ASI, makanan, dan pola asuh pada periode 0-23 bulan yang tidak tepat mengganggu tumbuh kembang anak. Riskesdas (2018) mencatat bahwa penurunan tumbuh kembang anak merupakan akibat dari buruknya pola makan bayi dan anak. Hal ini menyebabkan peningkatan prevalensi anak pendek (stunting) dari 11,4% (0-5 bulan), ke 12,3% (6-11 bulan), dan menjadi 22,4% (usia 24-35 bulan). Namun, stunting tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi ibu hamil dan anak selama 1.000 HPK, tetapi juga dipengaruhi oleh gizi ibu pada periode sebelumnya, terutama pada periode pra konsepsi yaitu wanita usia subur dan remaja. Dampak dari stunting tidak hanya pada tinggi badan yang kurang namun juga perkembangan intelektual, kognitif, motorik yang buruk dan bahkan mengurangi produktivitas sehingga menyebabkan kerugian ekonomi di masa depan. Maka dari itu, pencegahan terutama pada 1000 HPK sangat diperlukan, yakni mulai dari bayi dalam kandungan hingga usia 23 bulan.

  1. Periode Kehamilan 

    Pemeriksaan kehamilan rutin atau antenatal care (ANC) merupakan langkah penting dalam mencegah stunting selama masa kehamilan. Ibu hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan setidaknya 6 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali di trimester pertama, 2 kali di trimester kedua, dan 3 kali di trimester ketiga. Sebagai bagian dari pemeriksaan, setidaknya dua kali dilakukan oleh dokter atau spesialis kebidanan pada trimester pertama dan ketiga dengan menggunakan USG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memantau kesehatan ibu dan janin, termasuk melalui pengukuran berat badan ibu dan lingkar lengan atas (LiLA) secara berkala guna memastikan pemenuhan gizi. Bagi ibu yang mengalami kekurangan energi kronis (KEK), perlu dilakukan intervensi berupa pemberian makanan tambahan (PMT) untuk mendukung kenaikan berat badan selama kehamilan. Selain pemeriksaan rutin, ibu hamil juga disarankan untuk mengonsumsi minimal 90 tablet tambah darah (TTD) selama masa kehamilan. Pola makan yang sehat dengan variasi makanan, seperti makanan pokok, protein hewani, kacang-kacangan, buah, dan sayuran, juga penting. Ibu hamil perlu minum air 8-12 gelas per hari (sekitar 2-3 liter), serta menambah satu porsi makanan utama atau camilan dibandingkan sebelumnya. Kebutuhan tambahan kalori selama kehamilan sebanyak 90.000 kkal, artinya ibu hamil hanya membutuhkan tambaha sekitar 300 kalori/ harinya dari porsi biasa bukan mengonsumsi porsi makanan 2 kali lipat. 

    Tanda kehamilan yang sehat pada ibu dan janin yaitu pada ibu hamil terjadi peningkatan berat badan dalam batas normal, mengalami tanda-tanda kehamilan yang normal seperti payudara membesar, nyeri, areola menghitam, kelelahan, perubahan preferansi makan, mual dengan atau tanpa muntah, asam lambung meningkat, sembelit. Pada janin, yaitu janin berkembang secara konsisten sesuai usia kehamilan, gerakan janin terasa dan dapat dihitung secara manual mulai trimester 2 (10 kali/hari), denyut jantung janin normal, posisi janin semakin mendekati jalan lahir, dan jumlah air ketuban cukup.

  2. Periode Menyusui (Bayi 0-6 Bulan)

    Pada masa ini, upaya pencegahan stunting dilakukan dengan mendorong ibu pasca melahirkan untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD), khususnya memberikan kolostrum, serta menyusui secara eksklusif selama enam bulan pertama. Selain itu, promosi tentang pentingnya ASI eksklusif selama enam bulan juga disampaikan, dengan disertai pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi minimal sekali sebulan di posyandu atau puskesmas. Sebagai langkah pencegahan penyakit, bayi juga dianjurkan untuk menerima imunisasi dasar lengkap. Bagi ibu, 1-2 hari setelah melahirkan akan diberikan suplemen berupa kapsul vitamin A.

  3. BADUTA (Bawah Dua Tahun) 6-23 Bulan

    Intervensi gizi dilakukan dengan mendorong ibu untuk terus memberikan ASI hingga anak mencapai usia 23 bulan. Selain itu, pencegahan stunting juga dilakukan dengan menganjurkan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) setelah anak berusia lebih dari 6 bulan. Upaya pelengkap lainnya meliputi penyediaan obat cacing, suplementasi zinc, fortifikasi zat besi pada makanan, imunisasi dasar dan lanjutan, pemberian vitamin A (kapsul biru/merah), serta perlindungan dari penyakit seperti malaria dan diare.

Dua tahun pertama setelah melahirkan merupakan periode krusial karena merupakan masa perkembangan otak bayi yang paling pesat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menjaga jarak kehamilan agar bisa lebih fokus memantau tumbuh kembang bayi dan mencegah stunting. Dalam periode ini, penggunaan kontrasepsi jangka panjang dianjurkan. Beberapa metode kontrasepsi jangka panjang yang dapat digunakan meliputi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), implan, dan sterilisasi. AKDR dimasukkan ke dalam rahim dan bisa bertahan hingga 10 tahun, sementara implan adalah alat kontrasepsi hormonal yang dimasukkan ke jaringan bawah kulit di lengan. Sterilisasi dilakukan dengan memasang cincin di saluran tuba fallopii yang menghubungkan ovarium dengan rahim.

Seribu hari pertama kehidupan merupakan masa yang sangat penting bagi keluarga. Oleh karena itu, ibu diharapkan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur, melahirkan di fasilitas kesehatan, serta menjaga jarak kehamilan untuk mencegah stunting pada anak.

Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2024